A-News.id, Tanjung Redeb — Cuaca panas yang tidak biasa di wilaya Asia Tenggara termasuk Indonesia menjadi perhatian pemerintah. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengindikasikan fenomena ini merupakan pemanasan muka air laut di Samudera Pasifik yang berdampak pada penurunan curah hujan global, termasuk di Indonesia.
Dilansir dari laman resmi Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, juru bicara Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr. Mohammad Syahril meminta masyarakat untuk waspada ketika berada di luar ruangan dengan tetap menjaga kesehatan tubuh.
“Cuaca panas beberapa hari ini dan kedepan sedang tidak biasa, untuk itu mari kita ikuti tips agar terhindar dari dampak cuaca panas ketika sedang atau sering berada di luar ruangan,” katanya.
Di Kabupaten Berau sendiri, beberapa hari yang lalu sempat membuat beberapa Instalasi Pengolahan Air (IPA) Perumda Batiwakkal kesulitan mengambil air baku. Namun hal ini ditangani pihak PDAM dengan merubah jadwal produksi dan distribusi air bersih.
Selain itu, diberitakan sebelumnya, Kebakaran di Kabupaten Berau sepanjang bulan Agustus tahun 2023 telah melahap kurang lebih 60 hektar hutan dan lahan. Dikatakan Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau Nofian Hidayat, kebakaran ini terjadi 90 persen dilakukan oleh manusia dan selebihnya dari alam. Kurangnya sosialisasi pencegahan juga menjadi salah satu faktor kebakaran hutan dan lahan.
“Sosialiasi yang dimaksud yaitu seperti pembukaan lahan yang ramah lingkungan dengan cara tidak dibakar, 90 persen ulah manusia di sengaja atau tidak disengaja,” katanya.
Kebakaran hutan dan lahan ini juga berdampak pada pencemaran udara, rusaknya ekosistem dan menyebabkan musnahnya flora dan fauna hingga menjadi ancaman kesehatan manusia.
“Termasuk polusi udara yang mengancam kesehatan manusia,” bebernya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, dr. Halijah juga mempekirakan adanya peningkatan penyakit ISPA disertai sesak napas saat musim kemarau dibarengi dengan Karhutla. Penyakit ini biasa timbul karena dampak dari polusi udara yang menyebabkan sebagian orang mengalami gejala seperti kulit terasa panas dan kering hingga mual, muntah dan pusing.
“Seperti biasa ketika terjadi cuaca ekstrim yang muncul adalah penyakit ISPA yang disertai karena pengaruh debu dan banyaknya kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya.
“Untuk data lengkapnya bisa minta ke pak Haji Kasran pimpinan Puskesmas Tanjung Redeb,” tambahnya.
Dirinya juga menghimbau agar masyarakat dapat menghadapi cuaca panas dengan memperbanyak minum air yang banyak dan jangan menunggu haus. Kemudian hindari minuman berkafein, minuman berenergi, alkohol dan minuman manis.
“Hindari kontak dengan sinar matahari secara langsung, gunakan topi atau payung. Menggunakan baju yang berbahan ringan dan longgar serta tidak menyerap panas seperti baju warna gelap. Kalau bisa mungkin berteduh di antara jam 11.00-15.00 wita,” bebernya.
Selain itu juga jangan meninggalkan siapapun di dalam kendaraan dalam kondisi parkir, baik dengan jendela terbuka maupun tertutup, kemudian gunakan sunscreen minimal 30 SPF pada kuliat yang tidak tertutup oleh baju sebelum keluar rumah serta menyediakan botol semprot air yang di dingin di dalam kendaraan.
Adapun gejala yang timbul seperti keringat berlebih, kulit terasa panas dan kering, rasa berdebar atau jantung terasa berdetak lebih cepat, kulit terlihat puca, kram pada kaki maupun abdomen, mual muntah dan pusing, serta urin yang sedikit dan berwarna kuning pekat.
“Jika muncul gejala tersebut dinginkan tubuh dengan kain basah atau sponge basah pada pergelangan tangan, leher dan lipatan tubuh lainnya serta banyak minum air. Jika masih bergejala, segera kunjungi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan perawatan,” tandasnya. (adv/yf)