Follow kami di google berita

UPT PPA Berau Catat Ada 16 Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Mayoritas Pelakunya Orang Terdekat Korban

A-News.id, Tanjung Redeb – UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Berau mencatat masih ada kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Sesuai data mereka, sejak Januari hingga Juni 2023 sebanyak 16 kasus sudah tercatat oleh pihaknya.

Kepala Dinas UPT PPA Berau, Yusran F mengakui angka kasus selalu ada tiap tahunnya sejak 2020 UPT PPA Berau terbentuk, kasus biasanya berasal dari orang terdekat.

Contoh pelaku seperti ayah tiri, paman, tetangga, pengajar. Yang intinya bukan pelaku tidak dikenal.

“Banyak pelaku berasal dari orang terdekat, jarang sekali orang tidak dikenal, hanya beberapa kasus,” ujarnya.

Kasus kejadian juga berlangsung lama, dalam artian korban baru dapat melapor, atau sudah dalam titik rendah rasa takut. Adapula yang tidak langsung melapor lantaran diancam. Ancaman seperti tindakan pembunuhan.

“Biasanya sudah ketahuan oleh keluarga, khususnya ketahuan ibunya, jika sudah hamil,” ungkapnya.

Untuk kasus yang termuda yakni menyerang pada anak berusia 3 tahun, dan lainnya dibawah umur 18 tahun. Kasus tersebut tidak hanya menyerang anak perempuan, adapula kasus pada anak laki-laki.

Faktor yang ditemui pihaknya, tidak jauh pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah. Biasanya, korban dan pelaku tinggal pada rumah sempit, tidak memiliki kamar atau sekat. Adapula yang masih bergabung kamar dengan keluarga.

“Kebanyakan kasus berasal dari tingkat ekonomi rendah, contohnya juga ada yang kamar mandinya tidak ada pintu. Itu kami temui juga sebagai salah satu faktor,” bebernya.

Juga, diakui faktor tingkat spiritual yang rendah juga ikut menjadikan pelaku melakukan tindakan asusila.

Biasanya, korban yang berasal dari daerah jauh dari kota, akan dimudahkan dengan pendampingan mereka melalui rumah aman. Rumah aman sendiri masih berpindah-pindah untuk mengamankan korban.

“Ya tapi karena keterbatasan anggaran, kami masih menampung hanya sampai 14 hari,” bebernya.

Sejauh ini korban ada yang melanjutkan sekolah, namun ada yang tidak. Menurutnya peran orangtua juga menjadi faktor utama. Ada orangtua yang dapat koperatif namun juga tidak.

Pihkanya juga membantu korban untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Meskipun ada beberapa sekolah yang menolak untuk menerima korban, terutama pada kasus yang sudah hamil duluan.

“Namun kita tetap bantu untuk pendampingan, ada konselornya juga. Jika memang ditemui korban yang berakhir dengan trauma berat, akan dirujuk untuk pemberian obat,” tegasnya.

Pihaknya sejauh ini terus menekan angka kasus dengan upaya program-program yang berasal dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

“Kami terus berharap kasus agar menjadi nol ya,” tutupnya. (Poh)

Bagikan

Subscribe to Our Channel