Follow kami di google berita

Pecah Paket Proyek dan Diduga Cacat Prosedur, 3 ASN di Kutim Jadi Tersangka Korupsi Proyek PLTS

Fhoto (Trbun)

TrA-news.id, Kutim –  Kejaksaan Negeri Kutai Timur menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS di Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kutai Timur Yudo Adiananto mengatakan, penyidik telah memiliki dua alat bukti dalam kasus tersebut. Kini, kata dia, empat tersangka itu telah ditahan.

“Mereka kami tetapkan sebagai tersangka usai ditemukan dua alat bukti serta hasil pemeriksaan penyidik,” ujarnya.

Yudo Adiananto menjelaskan, berdasarkan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) yang dilakukan Badan Pemeriksa atau BPK Pusat adalah Rp 53,6 miliar dari total pagu anggaran sebesar Rp 90 miliar.

Tak hanya itu saja, Kejaksaan juga memastikan bahwa proses hukum tidak hanya berhenti terhadap empat tersangka tersebut. Mereka dipastikan akan terus melanjutkan pengungkapan kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat.

Dilansir dari CNN Indonesia, Tiga di antaranya merupakan aparatur sipil negara (ASN/PNS). Mereka ialah HSS selaku ASN pejabat komitmen, ABD selaku ASN pejabat pemeriksa hasil pekerjaan dan PAS ASN Bapenda Kutim selaku pemilik anggaran atau paket 380 kegiatan.

Sedangkan tersangka lainnya adalah rekanan swasta berinisial MZ.

“Dari penyidikan Kejari proyek PLTS mulanya dianggarkan melalui APBD Kutai Timur pada 2020 dengan pagu sebesar Rp94 miliar. Namun, saat Covid-19 melanda nilainya dirasionalisasi menjadi Rp90 miliar,” imbuhnya.

Yudo menuturkan anggaran tersebut kemudian dipecah-pecah menjadi paket dengan kategori penunjukan langsung atau PL sebanyak 380 kegiatan. Nilai per paketnya berkisar antara Rp190-200 juta.

Dugaan kasus korupsi ini terungkap setelah mendapatkan hasil laporan audit BPK pusat pada Mei 2021. Proyek PLTS ini sendiri diserahkan Pemkab Kutim ke Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPM-TSP) Kutai Timur pada 2020.

Dalam pengerjaannya, berdasarkan penyidik Kejari, sejumlah kejanggalan ditemukan, seperti, mark-up harga satuan, kemudian cacat prosedur dengan melakukan pencairan uang lebih dulu, sementara pengerjaan fisiknya belum tersedia.

“Jadi uang cair dulu kemudian hasilnya mereka bagi-bagi. Tapi pengerjaannya tidak ada,” ungkap Yudo.

Keempat tersangka, kata Yudo, telah ditahan dan dititipkan di tahanan Polres Kutim. Meski demikian, Kejari Kutim terus mengembangkan kasus atas dugaan banyak pihak lain terlibat dalam perkara tersebut.

“Mereka dijerat Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor,” kata Yudo.

“Ingat, proses hukum tidak hanya berhenti terhadap keempat tersangka, tetap berlanjut,”  tandasnya. (*)

Bagikan

Subscribe to Our Channel