Follow kami di google berita

Kebijakan ISPO dan RSPO Selain untuk Tingkatkan Daya Saing Produk CPO di Pasar Dunia, Juga untuk Pengembangan Standar Produksi Berkelanjutan

ANEWS, Berau –. ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) merupakan regulasi teknis yang ditetapkan oleh pemerintah dan diberlakukan secara wajib bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit. Sedangkan inisiatif RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) merupakan kesepakatan anggota dimana keanggotaanya bersifat sukarela namun penerapan standard bersifat wajib bagi anggotanya.

Pemerintah Indonesia terus mengupayakan untuk meningkatkan daya saing industri kelapa sawit Indonesia di pasar dunia, salah satunya dengan memberlakukan kebijakan ISPO. Selain itu juga ada RSPO yang bertujuan mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.

“Jadi sertifikat ISPO itu wajib bagi perusahaan sawit,” kata Ir. Heri Suparno, Kepala Bidang Perlindungan Dinas Perkebunan Kabupaten Berau, Rabu, 8/9/2021.

Menurut Heri, sertifikat ISPO wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan sawit, khususnya yang memiliki pabrik pengolahan CPO dan berorientasi ekspor, begitu juga sertifikat RSPO wajib dimiliki perusahaan kelapa sawit untuk bisa mengekspor produksi CPO-nya ke negara-negara Eropa.

Untuk mendapatkan sertifikat ISPO maupun RSPO diperlukan beberapa persyaratan dan prinsip-prinsip yang harus dipatuhi setiap perusahaan yang akan mengekspor produksi CPO-nya. Adapun sertifikat ISPO dan RSPO perusahaan sawit dievaluasi setiap 3 tahun sekali oleh Bidang Penilaian Usaha Perkebunan (PUP) Dinas Perkebunan, selanjutnya oleh Lembaga ISPO maupun RSPO di Jakarta.

Prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh pelaku usaha agar mendapatkan sertifikasi ISPO adalah:
1. Legalitas usaha perkebunan.
2. Manajemen perkebunan.
3. Perlindungan terhadap pemanfaatan hutan primer dan lahan gambut.
4. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
5. Tanggung jawab terhadap pekerja.
6. Tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
7. Peningkatan usaha yang berkelanjutan.

Sementara dalam proses mendapatkan sertifikasi RSPO, pelaku usaha minyak kelapa sawit harus patuh terhadap 8 prinsip:
1. Komitmen terhadap transparansi.
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang relevan.
3. Kepatuhan terhadap viabilitas keuangan dan ekonomi dalam jangka panjang.
4. Penerapan praktik-praktik terbaik oleh pengusaha perkebunan dan pabrik minyak sawit.
5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumber daya dan keanekaragaman hayati.
6. Bertanggung jawab atas pekerja, individu, serta komunitas yang terpengaruh oleh kegiatan pengusaha perkebunan dan pabrik minyak sawit.
7. Pengembangan penanaman baru yang bertanggung jawab.
8. Komitmen terhadap perbaikan terus menerus dalam area-area kegiatan utama.

Setiap prinsip tersebut memiliki indikator-indikator yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha minyak kelapa sawit agar mendapatkan sertifikasi RSPO. Nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh RSPO berdasarkan hukum-hukum internasional, seperti Konvensi PBB, Deklarasi PBB, Konvensi ILO, dan Kode Etik FAO.

Dalam setiap prinsip juga terdapat perdoman-pedoman yang bisa dilakukan para pengusaha untuk memenuhi indikator yang ditetapkan RSPO. Para anggota RSPO yang tidak menjalankan praktik-praktik usaha yang tidak berkelanjutan sesuai dengan prinsip RSPO akan mendapatkan sanksi atau penalti menurut RSPO.

Prinsip-prinsip tersebut berlaku untuk perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya perkebunan dan terintegrasi dengan usaha pengolahan hasil perkebunan, perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya perkebunan, dan perusahaan perkebunan yang mengolah hasil perkebunan.

Secara umum, ISPO dan RSPO memiliki tujuan yang sama dalam mendukung industri minyak kelapa sawit yang berkelanjutan. Namun, secara tekstual, ISPO tidak memiliki beberapa hal yang dimiliki RSPO; seperti: tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumber daya dan keanekaragaman hayati, tanggung jawab atas individu, serta komunitas yang terpengaruh oleh kegiatan pengusaha perkebunan dan pabrik minyak sawit, serta pengembangan penanaman baru yang bertanggung jawab.

Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan dari Kementerian LH dan Kehutanan (KLHK) RI, pernah mengatakan bahwa ISPO diposisikan sebagai standar kebijakan minimum untuk perkebunan sawit dan perindustrian sawit. Ini berarti ISPO merupakan instrumen yang menjadi pilihan pemerintah Indonesia untuk keberlanjutan perkelapasawitan Indonesia.

Ditambahkan oleh Heri Suparno, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengelola pabrik CPO di Berau umumnya sudah memiliki sertifikat ISPO, antara lain :
1. KLK Group (PT. Satu Sembilan Delapan, PT. Hutan Hijau Mas, PT. Jabontara Eka Karsa, PT. Malindo Mas).
2. TAP Group (PT. Dwiwira Lestari Jaya, PT. Natura Pacific Nusantara, PT. Yudha Wahana Abadi, PT AAP).
3. PT. Sentosa Kalimantan Jaya (SKJ).
4. PT. Tanjung Buyu Perkasa Plantation (TBPP).
5. PT. Gunta Samba Jaya, dan PT. Berkat Sawit Sejahtera (BSS).

Sedangkan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah memiliki sertifikat RSPO, antara lain PT. Hutan Hijau Mas, PT. Jabontara Eka Karsa dan PT. Malindo Mas. (dit)

Bagikan

Subscribe to Our Channel