A-News.id, Tanjung Redeb – Upah Minimum Kabupaten (UMK) Berau tahun 2024 ditetapkan sebesar Rp 3.832.300, melalui rapat Dewan Pengupahan Kabupaten Berau, di ruang rapat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Senin (27/11/2023).
Rapat Dewan Pengupahan ini dipimpin oleh Kepala Disnakertrans Kabupaten Berau, Zulkifli Azhari, yang dihadiri oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag), Apindo mewakili pengusaha, FKUI KSBSI Berau, F-Hukatan KSBSI Berau, dan SPKEP SPSI Berau mewakili serikat pekerja.
UMK yang telah ditetapkan mulai berlaku 1 Januari sampai 31 Desember 2024.
Meski mengalami kenaikan dari tahun 2023 sebesar Rp 159.409 atau mencapai 4,25 persen, namun besaran UMK 2024 ditolak beberapa serikat buruh. Lantaran, perhitungan nominal UMK Berau tersebut tidak mempertimbangkan faktor inflasi di Berau sebagai salah satu syarat terpenting.
Ketua DPC F-Hukatan KSBSI Berau, Budiman Siringo Ringo menjelaskan pihaknya menolak perhitungan UMK tahun 2024 yang dibuat tanpa mempertimbangkan faktor inflasi yang terjadi di daerah. Bahkan dirinya meragukan data inflasi yang dipakai oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Berau.
“BPS hanya menyajikan data inflasi provinsi dan bahkan BPS pusat tahun 2022. Padahal inflasi tahun 2023 itu sebagai dasar untuk menentukan nilai alfanya itu. Kami mau seperti isu nasional besaran alfanya 15. Justru yang disajikan saat ini 0,3 dan sangat jauh dari harapan kami,” jelasnya.
“Tapi BPS tidak dapat menyajikan data itu. Sehingga menurut kami tidak adil dan tidak masuk akal bagi kami di Berau. Makanya kami menolak dan walk out dari ruangan,” tegasnya.
Penolakan itu juga mempertimbangkan harga bahan pokok saat ini sudah meningkat. Hal itu sangat memberatkan di tengah banyak kebutuhan yang mesti dipenuhi dalam sebulan.
“Diskoperindag juga mengaku bahwa kenaikan bahan pokok itu sendiri rata-rata Rp 1.000-Rp 1.500/ bahan pokok. Nah kita bisa hitung dari kenaikan UMP bisa menutupi kenaikan harga bahan pokok ini atau tidak. Karena dalam sebulan tidak mungkin kita hanya belanja satu hari,” imbuhnya.
Senada dengan Budiman, Perwakilan Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPKEP SPSI) Hery, menegaskan selain angka-angka inflasi dan pertimbangan ekonomi yang tidak valid, penolakan itu juga terjadi karena perhitungan UMK tidak sesuai dengan PP 51 tahun 2023.
“Makanya tadi saya pertanyakan dan buat perbandingan dengan UMP Kaltim. UMP Kaltim itu kita tahu 4,98 persen di inflasi, pertumbuhan ekonominya 6,36 persen. Orang BPS ini tidak bisa jawab. Ini yang menjadi asas keraguan kami dengan perhitungan yang ada,” ungkapnya.
Dikeluhkannya, serikat pekerja tidak diberi ruang yang cukup untuk menentukan besaran UMK tersebut dan dilibatkan dalam penelitian untuk memastikan pertumbuhan ekonomi Berau dan tingkat inflasi yang terjadi. Padahal, hal itu sangat diperlukan karena serikat buruh sudah masuk dan menjadi bagian dalam Dewan Pengupahan Kabupaten.
“Seharusnya kita serikat juga diberi ruang untuk sama-sama menilai kebutuhan hidup di Kabupaten Berau ini secara aktual. Kalau itu ada ruang dan bisa diaplikasikan maka lebih realistis bagi kami untuk terima,” ucapnya.
Sementara itu, anggota dewan pengupahan yang juga Staf Harga pada BPS Berau, Syamsul Ma’rif menegaskan pihaknya belum bisa merilis data inflasi Kabupaten Berau tahun ini. Karena itu, inflasi provinsi dipakai sebagai dasar perhitungan. Hal itu pun masih sesuai dengan koridor PP yang berlaku.
“Semua kabupaten di Kaltim belum ada yang punya data inflasinya. Hanya Kota Samarinda dan Balikpapan. Di Berau pada Februari 2024 baru ada angka inflasinya. Kemudian kalau cepat mengeluarkan angka inflasi harus daftar dulu sebagi Kota Inflasi. Minimal 2 tahun terdaftar. Kalau 2022 daftar muncul angkanya 2024,” tambahnya.
Sementara Kepala Disnakertrans Berau, Zulkifli Azahri, mengatakan bahwa keputusan rapat dewan pengupahan pada dasarnya bersifat rekomendasi. Untuk selanjutnya keputusan ini akan ditindaklanjuti terlebih dahulu oleh Bupati Berau untuk diteruskan kepada Gubernur Kalimantan Timur melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur agar mendapatkan keputusan penetapan.
“Ini sifatnya rekomendasi. Nanti bupati yang menyampaikan ke provinsi, dan akan ditetapkan sesuai dengan SK Gubernur,” ujarnya.
Zulkifli pun menegaskan bahwa ketidaksepakatan terhadap hasil keputusan oleh satu pihak tidak menjadi halangan untuk tidak direkomendasikan.
“Ya tetap diberlakukan. Yang sudah ada tetap kita rekomendasikan. Penolakan tidak menjadi penghambat. Setelah forum, semua sepakat baik dari unsur Apindo, Akademisi, dan pemerintah sepakat meneruskan dan menetapkan upah minimun sesuai ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa jika keputusan yang sudah disepakati ini mendapat penolakan dari pihak provinsi, maka ada kemungkinan Kabupaten Berau akan menggunakan UMK yang lama.
“Kalau Gubernur menolak, berarti kita pakai UMK yang lama. Tapi tentu kita tidak ingin ada penolakan, dan ini sudah sesuai ketentuan. Dan ini merupakan batasan paling tertinggi,” pungkasnya. (Jo/to)