Follow kami di google berita

Nelayan Menjerit, Pembangunan Berkedok Kawasan Hijau di Kaltara Dianggap Ilusi Belaka

A-News.id, Tanjung Redeb – Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi. Negara wajib untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut. Pasal 28 UUD 1945 menyatakan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” Selain itu, Pasal 28E Ayat 3 menyebutkan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Namun, pengembangan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan, hingga kini tampak hanya sebatas ilusi, terutama bagi masyarakat Desa Mangkupadi. Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang merupakan bagian dari KIHI, menghadirkan berbagai isu ketidakadilan bagi masyarakat setempat, seperti penyerobotan lahan tanpa ganti rugi, peluang tenaga kerja yang tidak merata, hingga kehadiran tongkang pengangkut material yang mengganggu aktivitas nelayan.

Sejak awal pembangunan, wilayah tangkap nelayan mulai dibatasi oleh perusahaan. Beberapa area yang dibatasi merupakan tempat di mana ikan sering berkumpul, yang berdampak langsung pada penghasilan nelayan.

“Jika ini dilanjutkan, kesejahteraan mana yang dimaksud, sementara sumber kehidupan nelayan dibatasi. Ini justru memiskinkan nelayan,” ujar salah seorang nelayan.

Nelayan Bagan, yang beroperasi malam hari menggunakan jaring dan lampu sorot, turut merasakan dampak negatif. Cahaya terang dari lampu sorot di area pembangunan KIHI mempengaruhi hasil tangkapan mereka, yang biasanya maksimal saat malam tanpa sinar bulan. Akibatnya, pendapatan nelayan terus menurun.

Sejauh ini, masyarakat belum memahami sepenuhnya tentang proyek industri tersebut, karena PT KIPI belum pernah melakukan sosialisasi terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pembuangan KIHI. Belum ada informasi jelas mengenai rencana relokasi warga atau peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Empat kelompok nelayan di Mangkupadi merasa resah karena menurunnya hasil tangkapan dan belum ada solusi alternatif. Mereka juga tidak dilibatkan dalam proses pembangunan KIHI.

“Kami tidak merasakan perubahan positif dalam hal kesejahteraan, hanya cerita-cerita dirugikan,” ungkap Jamaludin, Ketua Kelompok TKBM.

Situasi ini mendorong kelompok nelayan melakukan aksi protes pada Rabu (29/5), dimulai pukul 08.00. Massa berjumlah sekitar 50 orang berorasi sambil membawa spanduk berisi keluhan mereka terhadap KIHI. Kapolsek Tanjung Palas Timur, IPTU Firman Arifai, hadir untuk memediasi dan berjanji menyelesaikan persoalan ini dalam sepekan.

“Kami siap memfasilitasi penyelesaian persoalan ini,” kata IPTU Firman. Pihaknya memastikan dalam sepekan persoalan ini bisa terselesaikan.

Jumar, salah satu nelayan, menambahkan bahwa masalah nelayan harus segera diselesaikan. “Bagan saya pernah ditabrak kapal tongkang hingga roboh, lampu kapal terlalu terang sehingga ikan berkumpul di dekat kapal, dan kapal-kapal membuang limbah di sekitar bagan. Kami khawatir bagan kami ditabrak lagi dan tidak ada yang bertanggung jawab,” keluhnya.

Para peserta aksi menegaskan, jika tidak ada penyelesaian dalam waktu sepekan, mereka akan menggelar aksi yang lebih besar. Beberapa tuntutan mereka antara lain:

1. Penetapan jalur yang disepakati bersama nelayan agar tidak mengganggu aktivitas mereka.
2. Larangan pembuangan limbah industri di laut yang mencemari lingkungan.
3. Sosialisasi dampak lingkungan dari pembangunan PLTU kepada masyarakat dan nelayan.
4. Pelibatan masyarakat dan nelayan dalam proses bongkar muat material Proyek Strategis Nasional (PSN).

Para nelayan berharap tuntutan ini segera ditanggapi demi kesejahteraan mereka. (Lia)

Bagikan

Subscribe to Our Channel