A-News.id, Tanjung Redeb — Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Berau, jumlah penduduk miskin di Bumi Batiwakal mengalami fluktuatif atau keadaan tak menentu selama periode 5 tahun terakhir.
Pada tahun 2017, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau sebanyak 11.860 jiwa. Angka ini turun menjadi 11.330 jiwa pada tahun 2018, namun kembali naik menjadi 11.620 jiwa pada tahun 2019.
Kemudian, pada tahun 2020, angka tersebut meningkat menjadi 12.300 jiwa, dan pada tahun 2021, jumlah penduduk miskin kembali naik mencapai 13.620 jiwa. Namun, pada tahun 2022, angka tersebut mengalami penurunan menjadi 13.310 jiwa.
“Jumlah yang fluktuatif ini dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penduduk di Kabupaten Berau selama periode tersebut,” kata Ketua Tim Statistik Sosial BPS Berau, Mega Safira Aulia, Minggu (6/8/2023).
Menurutnya penduduk dikategorikan sebagai miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Dia menjelaskan bahwa secara garis besar, penduduk dikatakan miskin jika rata-rata pengeluaran per kapita per bulan berada di bawah garis kemiskinan tahun 2022 yakni sebesar Rp 624.948.
Mega menjelaskan bahwa garis kemiskinan tersebut merujuk pada jumlah pengeluaran per bulan yang dibutuhkan oleh masyarakat secara rata-rata untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik itu kebutuhan makanan maupun non-makanan.
“Jika pengeluaran per kapita per bulan berada di bawah garis kemiskinan, maka seseorang dikategorikan sebagai miskin,” jelasnya.
“Pengukuran kemiskinan oleh BPS menggunakan pendekatan pengeluaran, bukan pendapatan,” tambahnya.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Berau, Iswahyudi mengatakan untuk menekan angka kemiskinan di Kabupaten Berau, pemerintah telah memiliki Program Keluarga Harapan (PKH) yang diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“Melalui program PKH ini, masyarakat akan menerima bantuan sosial bersyarat. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi, seperti memiliki lansia, balita, ibu hamil, disabilitas, dan anak sekolah. Jika memenuhi syarat tersebut, maka mereka akan mendapatkan bantuan PKH,” ungkapnya.
Iswahyudi juga menyampaikan bahwa terdapat program lanjutan untuk mengurangi pengeluaran, yaitu penerimaan bantuan iuran BPJS nasional. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan, sementara pengeluaran mereka dapat dikurangi melalui program BPJS tersebut.
“Harapannya, penerima bantuan BPJS nasional ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi pengeluaran mereka terkait kesehatan dengan adanya BPJS,” tutup Iswahyudi. (Adv/ER)