A-News.id, Tanjung Selor – Pembangunan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di desa Mangkupadi, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) kembali menjadi sorotan. Kali ini, Koalisi Masyarakat Sipil SETARA (Selamatkan Kalimantan Utara) menyoroti pembangunan KIHI di wilayah utara Indonesia yang mulai mengalami krisis iklim.
Koalisi ini mengungkapkan bahwa proyek KIHI hanyalah sebuah operasi pemalsuan dan penggelapan cerita. Mereka menyebut mata pencaharian rakyat hilang dan digantikan oleh operasi kuasa oligarki politik dan bisnis di kawasan tersebut.
“Ini merupakan modus keji. Perampasan tanah, laut dan pengusuran ruang hidup,” ujar Seny, salah satu perwakilan dari Nugal Institute, kepada awak media.
Seny menjelaskan bahwa proyek ambisius ini mengklaim akan mengurangi jejak karbon melalui penerapan teknologi hijau dan penggunaan energi terbarukan dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Namun, kenyataannya, proyek ini justru akan menggunakan PLTU batu bara.
“Ini bahkan terpampang, bukan hanya membutuhkan lahan dengan skala besar namun juga rakus air dan rakus energi. Jumlah air yang dipakai dan air limbah yang ditinggalkan sangat banyak,” terang Seny.
Selain itu, proyek ini juga akan merampas air dari Sungai Pindada dan Sungai Mangkupadi Tawar. Kebutuhan air kawasan industri ini akan menghabiskan 39.450.560 kubik tiap tahunnya, setara dengan pemakaian lebih 1 tahun pemakaian bagi sekitar 700 ribu penduduk Kalimantan Utara.
Hamsah, salah satu nelayan kampung baru desa Mangkupadi, menambahkan bahwa pembangunan KIHI telah menimbulkan masalah baru bagi para penangkap ikan. Dia mengatakan bahwa para nelayan sering mengalami kerusakan bagan akibat tertabrak kapal perusahaan KIHI, namun tidak ada ganti rugi yang diberikan.
“Kami sudah minta tolong ke perusahaan disana (Kihi) Ganti rugi lah, tapi tidak ada respon,” imbuhnya.
Bupati Bulungan Syarwani mengakui bahwa pihaknya belum mendiskusikan atau memfasilitasi permasalahan di KIHI. Namun, dia menyakini bahwa setiap permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat di kawasan tersebut harus diselesaikan dengan baik-baik.
“Kita harap ada mediasi dengan masyarakat sekitar kawasan dan ada mediasi yang dilaksanakan pihak perusahaan langsung dengan masyarakat,” pintanya.
Syarwani juga mengatakan bahwa relokasi merupakan solusi opsional bagi masyarakat di kampung baru. Dia menjelaskan bahwa relokasi akan dilakukan secara bertahap dan masyarakat akan mendapatkan ganti rugi yang objektif.
“Ini akan berkembang dinamikanya saya juga sudah sampaikan dengan kepala desa, jika ada diskusi dengan masyarakat dikampung baru silakan difasilitasi pemdes, siapkan tempat dan hadirkan pihak bersangkutan,” ungkapnya.
Syarwani pun berharap dalam pertemuan tersebut, pemilik lahan atau bangunan langsung yang hadir. “Tidak perlu diwakili karena khawatirnya dampaknya bias, sehingga diharapkan siapa yang memiliki kepentingan dan memang harus melalui proses negosiasi dan diskusi,” tutupnya. (lia)