Follow kami di google berita

WALIKOTA BOGOR UNGKAP 3 KRITIK KEPALA DAERAH SOAL OMNIBUS LAW

Bima Arya, Walikota Bogor

ANEWS, Jakarta – Ada 3 kritik yang disampaikan kepala daerah terkait Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Catatan ini terungkap dalam dialog para kepala daerah bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A Djalil dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia pada Kamis (22/10), seperti yang disampaikan Wali Kota Bogor Bima Arya.

Catatan pertama, terkait aturan turunan dari undang-Undang Cipta Kerja. Bima Arya dan kepala daerah lainnya mempertanyakan fungsi kontrol peran pemerintah daerah dalam mengawasi kondisi lingkungan. Hal ini menurut Bima justru belum banyak dijelaskan dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Kami melihat ada catatan-catatan yang harus diselesaikan lewat aturan-aturan turunannya. Seperti proses perizinan flow-nya belum jelas, karena kewenangan menetapkan Amdal tidak lagi di pemerintah daerah,” papar Bima dikutip dari akun Instagram Pemerintah Kota Bogor, Minggu (25/10).

Bima juga menyinggung pasal mengenai Program Strategis Nasional yang bisa menabrak Rencana Tata Ruang Wilayah. Ia menyebut, Sofyan Djalil sempat menjelaskan ketentuan ini bisa dibatalkan oleh pemerintah daerah. Tapi tak diatur secara rinci pula batasan-batasan perubahan ketentuan tersebut.

“Tadi juga menurut Pak Menteri akan ada diskresi dari kepala daerah untuk membatalkan itu, tetapi ruang diskresinya di mana? Rumusannya seperti apa di peraturan pemerintahnya? Itu belum jelas,” ungkap dia lagi.

Selanjutnya, ia mempertanyakan terkait mekanisme dan standar Online Single Submission (OSS). Ia menuturkan, pelayanan publik selama ini sudah bisa dilakukan dengan baik melalui Mall Pelayanan Publik di daerah.

“Sejauh mana OSS ini bisa memastikan standarnya sama. Kami di daerah sudah ada standarnya, waktunya, biayanya dan lain-lain. Kalau ditarik ke pusat gimana? Tadi Kepala BKPM menyebutkan akan dibangun sistem yang baru. Tapi kami masih belum dapat penjelasannya,” tutur Bima seraya mempertanyakan.

Sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja diketahui memangkas diskresi dan wewenang pemerintah daerah di bawah pemerintah pusat. Misalnya pada Pasal 174 yang mengubah UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda.

“Dengan berlakunya undang-undang ini, kewenangan menteri, kepala lembaga, atau pemerintah daerah yang telah ditetapkan dalam undang-undang untuk menjalankan atau membentuk peraturan perundang-undangan harus dimaknai sebagai pelaksanaan kewenangan Presiden,” bunyi pasal tersebut.

UU Cipta Kerja melalui Pasal 176 juga memungkinkan pemerintah pusat mengambil alih perkara perizinan berusaha jika pemda tidak melayani hal tersebut dan sudah ditegur dua kali.

Seiring perdebatan terhadap omnibus law tersebut memanas, sejumlah kepala daerah menyurati Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan penolakan. Ini dilakukan oleh Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Kalbar Sutarmidji, dan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. (irw/fey/NMA)

Bagikan

Subscribe to Our Channel