Follow kami di google berita

Serikat Pekerja Kawal Putusan MK

Serikat Pekerja Kawal Putusan MK
Serikat Pekerja Kawal Putusan MK

A-News.id, Tarakan – Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 168 tentang Ketenagakerjaan disikapi Serikat Pekerja, DPD Federasi Serikat Pekerja (FSP) Kahutindo Kalimantan Utara.

Ketua DPD FSP Kahutindo Kaltara, Ahmad Samsudin Rifa’i mengatakan bahwa pihaknya menyampaikan beberapa poin terkhusus pada upah pekerja yang berdasar pada hasil Putusan MK nomor 168 yang berkaitan dengan undang-undang nomor 6 tahun 2023 yang digugat oleh Serikat Pekerja dan Buruh di Ibu Kota, Jakarta.

“Kami fokus pada pengupahan. Disisa waktu ini yakni sebelum upah minimum provinsi (UMP) ditetapkan, kami ingin menyampaikan putusan MK yang berkaitan dengan upah minimum untuk Tarakan, Nunukan, Tama Tidung, Malinau dan Bulungan,” ungkap Ahmad.

Lebih lanjut Ahmad mengatakan bahwa pihaknya telah menggelar rapat lewat media zoom bersama dengan Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Nasional (Dapenas) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Dalam rapat tersebut, tercatat beberapa klausul dari serikat pekerja sehingga hal ini menjadi isu nasional. Berdasarkan putusan MK, lanjut Ahmad dalam salah satu poin menyebutkan tentang penetapan UMP dan UMK harus sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL). Sehingga penetapan UMK maupun UMP ini sudah tidak lagi berpedoman pada PP nomor 51 yang hanya mengacu pada pertunjukan ekonomi dan kondisi inflasi daerah.

“Tapi ada indeks tertentu yang menyangkut KHL, yakni rekreasi, makanan, minuman, sandang dan jaminan hari tua. Jujur kami menyambut baik putusan MK ini, sebab beberapa tahun terakhir kami sangat menyayangkan PP nomor 51yang membahas kenaikan gaji yang sangat kecil dengan kisaran 2 hingga 4 persen.

Untuk itu, pasca putusan MK ini, lanjut Ahmad pihaknya menyuarakan kepada pemerintah agar melakukan beberapa kebijakan diantaranya penetapan upah minimum tahun depan tak lagi mengacu pada PP nomor 51 tahun 2023.

Poin kedua lanjut Ahmad upah minimum harus meningkat sebesar 8 hingga 10 persen dari upah sebelumnya. Sehingga ia berharap agar aspirasi dari pihaknya dapat disambut baik pihak pemerintah dikarenakan kenaikan upah beberapa tahun terakhir tidak naik secara signifikan.

Sementara pada UMP lanjut Ahmad, Gubernur wajib menetapkan UMP secara sectoral provinsi. Sebab sebelumnya, upah minimum sectoral tidak ada lagi.

“Pasca putusan MK, ternyata MK ini melihat bahwa kluster ketenagakerjaan tidak bisa hanya memandang dalam satu upah minimum saja, tapi harus ada upah sectoral sebab adanya ada sektor unggulan,” beberapa Ahmad.

Kedepan, Ahmad berharap agar pasca putusan MK ini, Gubernur dapat menetapkan upah minimum sectoral dengan tenggat waktu 10 Desember 2024 mendatang. (bro)

Bagikan

Subscribe to Our Channel