Follow kami di google berita

Penyelesaian Kasus Dengan Restorative Justice di Kejari Berau Sepanjang 2023

Kasi Pidum Kejari Berau
Kasi Pidum Kejari Berau

A-News.id, Tanjung Redeb — Penyelesaian kasus dengan metode Restorative Justice di Kejaksaan Negeri (Kejari) Berau meningkat dari tahun 2022 ke tahun 2023. Dengan metode pendekatan ini, Kejari Berau menyelesaikan sebanyak 5 perkara di tahun 2023 dari 7 yang diajukan, sedangkan tahun 2022 sebanyak 3 perkara yang disetujui dari 3 perkara yang diajukan.

Hal ini dikatakan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi PidumKejari Berau, Ito Azis Wasitomo. Ia menjelaskan, dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, menyebutkan bahwa Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/Korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

“Dapat dipahami bahwa penyelesaian perkara tindak pidana ini menekankan pada pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan pidana,” ujarnya, Jumat (2/2/2024).

Ito menjelaskan, ada beberapa kasus yang banyak diselesaikan menggunakan metode tersebut yakni tindak pidana pencurian biasa, atau seperti yang tertuang dalam implementasi prinsip penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1). Didalam pasal tersebut meyebutkan tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan nilai barang bukti atau kerugian tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

“Terdapat pengecualian untuk tindak pidana tertentu yang dapat menambah atau mengurangi syarat-syarat tersebut, sesuai dengan Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4). Contohnya, pada tindak pidana terkait harta benda, penghentian penuntutan dapat dilakukan jika tersangka baru pertama kali melanggar hukum, dengan penambahan satu syarat prinsip lainnya,” ujarnya.

Namun, penentuan penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif tetap memerlukan kebijakan oportunitas penuntut umum yang proporsional dan subsidiaritas, serta mempertimbangkan kriteria kasuistik dengan persetujuan instansi yang berwenang.

Selain itu, Pasal 5 ayat (6) hingga (8) memberikan ketentuan lebih lanjut, termasuk syarat pemulihan kembali pada keadaan semula, kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka, serta pengecualian untuk beberapa jenis tindak pidana yang tidak dapat diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif.

Kemudian lanjut Ito, sementara ini Kejari Berau juga memiliki satu balai Restorative Justice di Kelurahan Rinding, Kecamatan Teluk Bayur. Balai ini berfungsi agar penyelesaian perkara tidak harus melalui meja hijau.

“Sehingga keadilan dapat dirasakan oleh seluruh pihak karena mengedepankan musyarawa,” bebernya.

Ia berharap penerapan kebijakan restorative justice di Berau diharapkan membawa berbagai dampak positif. Ini mencakup peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan, menunjukkan perubahan paradigma penuntutan menuju pendekatan humanis. Selain itu, memberikan kesempatan penuh bagi korban untuk berpendapat dan didengarkan, sehingga dapat pulih dari dampak traumatis kejahatan yang mereka alami.

“Masyarakat diharapkan semakin memahami arti, proses, dan manfaat dari restorative justice, yang dapat mendorong partisipasi aktif dalam mencari solusi untuk memulihkan komunikasi interpersonal. Pendekatan ini juga diharapkan dapat membawa pengurangan tingkat kriminalitas melalui efek jera yang lebih efektif,” harapnya.

Tidak hanya itu, pendidikan dan penyuluhan mengenai restorative justice juga dianggap penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap alternatif penyelesaian konflik ini. Terlibatnya tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat dalam penerapan restorative justice diharapkan dapat mencapai keadilan, kedamaian, dan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat di Berau dalam jangka panjang. (*yf)

Bagikan

Subscribe to Our Channel