Follow kami di google berita

En’kang, Tradisi Unik untuk Memohon Maaf pada Leluhur ala Etnis Dayak Ga’ai

A-News.id, Segah – Banyak keberagaman adat oleh suku dan budaya di Indonesia, bahkan tak sedikit yang masih minim diketahui oleh masyarakat umum. Di pedalaman Segah, khususnya di Kampung Long Ayan dan Punan Malinau ada tradisi unik etnis dayak setempat dalam memohon maaf kepada leluhurnya.

Tradisi itu disebut En’kang atau berarti memohon. Konon katanya, ritual akan digelar apabila didapati suatu pelanggaran di atas tanah adat atau kampung yang menyangkut suku atau para ketua adat. Maka oleh sebab itu, para tokoh masyarakat bersama dengan tetua adat akan langsung menggelar tradisi en’kang, sebagai bentuk permohonan maaf.

Proses adat ini dilakukan dengan beberapa tahapan mulai pembacaan doa hingga persembahan hewan ternak, berupa anak babi dan ayam. Tak hanya itu, pada ritual juga disiapkan semacam rumah kecil berbentuk panggung dengan atas berupa dedaunan. Di dalam replika rumah itu, pemimpin ritual akan menaruh berbagai macam barang yang dipersembahkan untuk leluhur.

Masyarakat yang hadir pun, akan membentuk beberapa saf dan saling merangkul satu sama lain. Barisan antara wanita dan pria pun dipisah. Tak sembarangan, agar lebih sopan masyarakat yang ikut dalam prosesi diperkenankan untuk memakai baju khas Dayak Ga’ai.

Menurut kepercayaan mereka, para leluhur akan menempati rumah kecil tersebut dan mendiami kawasan tanah adat tempat dilakukannya ritual. Seorang tokoh masyarakat menyebut, ritual ini digelar agar semua pihak memahami budaya dan tradisi warga setempat.

Mereka juga menegaskan bahwa tanah leluhur merupakan tanah yang akan terus dipertahankan karena sebagai sumber kehidupan umat manusia.
“Jadi ini kita membuktikan kalau tempat ini pernah ada yang mendiaminya pada zaman dahulu. Kita gelar ini, untuk memohon maaf disaat ada pelanggaran yang terjadi,” ujar Ketua Adat Kampung Long Ayan, Hat Budwung.

Lantas apa yang menjadi pelanggaran masyarakat terhadap tanah adat tersebut, sehingga ritual perlu dilakukan?. Jadi tradisi ini dilakukan, bermula setelah hutan dan kuburan leluhur terancam oleh penggusuran lahan untuk penanaman kelapa sawit oleh salah satu perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Segah.

“Bagi kepercayaan masyarakat Long Ayan, dengan ritual adat seperti itu, maka kita bisa memohon maaf kepada para leluhur, tapi kemungkinan oleh pihak perusahaan tidak mengetahui hal yang sperti ini,” jelas Hat Budwung.

Sebelum ritual digelar, warga dan tokoh adat harus menempuh perjalanan cukup melelahkan. Warga pun menegaskan bahwa tempat digelarnya ritual itu pernah ditinggali oleh keturunan mereka pada zaman dahulu. Hal tersebut itu dibuktikan dengan keberadaan empat kuburan warga Ga’ai yang disimpan di bebatuan. (mik)

Bagikan

Subscribe to Our Channel