Follow kami di google berita

Diduga PKT Ingkar Janji, Portal Akses Jalan Warga RT 25 Lok Tuan Menuju Pemukiman Yang Sudah Puluhan Tahun Dihuni, Anggota DPRD Bontang Angkat Bicara !!!

ANEWS, Bontang – PT. Pupuk Kalimantan Timur (PKT), sejak Kamis pagi, 7/7/2021 melarang warga masyarakat RT 25 Kelurahan Lok Tuan, Bontang Utara melintas di jalan yang melalui portal Lapangan Golf dan Hotel Sintuk, Bontang, untuk menuju rumah mereka, dengan menutup portal akses jalan masuknya ke RT 25.

Niar, salah seorang warga yang bermukim di RT 25 Kelurahan Lok Tuan, Bontang Utara mengatakan Senin, 12/7/2021 terjadinya penutupan portal itu awalnya warga masyarakat di RT 25 Kelurahan Lok Tuan itu (7/7) diinformasikan oleh pihak oknum security PKT bahwa portal ditutup dulu karena ada tim direksi yang mau datang dan warga harus izin dulu kalau mau melintas, baik itu orang maupun kendaraan.

“Kemaren tanggal 7 Juli, tepatnya Kamis sejak pagi, warga itu ditutupkan portal tidak boleh melintas sampai masuk ke dalam rumah. Memang ada dari pihak PKT datang untuk pemberitahuan bahwa akan ada tim direksi datang, jadi untuk melintasnya izin dulu,” ujarnya.

Namun sampai sore portal tidak mau dibuka lagi oleh oknum security tersebut, sehingga warga menyesalkan tindakan tersebut disebabkan lantaran mereka sudah bermukim disana sejak puluhan tahun silam.

Bahkan aparat babinsa setempat dan aparat kelurahan juga datang melihat ditutupnya portal akses jalan itu, namun pihak security PKT tetap menolak untuk membuka portal jalan warga yang akan pulang menuju rumahnya di RT 25 Kelurahan Lok Tuan, Bontang Utara itu.

Niar dan warga pun heran dan bertanya kenapa mereka tidak diperbolehkan melewati portal yang berada di sekitar Lapangan Golf dan Hotel Sintuk, yang dahulu sebelum ada lapangan dan hotel itu, adalah lahan milik orangtua mereka.

Dia mengatakan bahwa mereka sudah sejak lama tinggal dan garap lahan yang mereka miliki sejak sekitar tahun 1970 silam.

Menurut Niar, sekitar 1970-an, orangtuanya merantau ke Bontang dari Sulawesi Selatan dan berjualan ikan di Pasar Lok Tuan serta mempunyai usaha ikan yang cukup besar sampai menjadi supplier ke perusahaan-perusahaan pada saat itu,

Karena punya uang, lanjut Dia, dan Bontang dulunya hutan, siapa saja boleh mengambil tanah dengan syarat dirintis hutannya dan difungsikan lahannya .

“Bersama kelompok taninya sekitar 1980-an, orangtua saya merintis dan berhasil bikin empang dan kebun seluas 10 ha lebih (yang sekarang menjadi lapangan Golf dan Hotel Sintuk) dengan modal sendiri dan mengurus legalitas tanah garapannya sendiri yang dulunya semua urusan surat menyurat di Tenggarong, maka terbitlah izin pembukaan lahan dan segel kepemilikan lahan,” tutur Niar.

DI sekitar 1987-an, lanjut Niar, terjadi kebakaran besar di pasar Lok Tuan, yang menghanguskan pasar dan semua rumah di sekitarnya.

“Setelah Pasar Lok Tuan kebakaran sekitar 1987-an, semua rumah kami terbakar, petak pasar dan semua uang serta harta bapak saya habis terbakar dan kembali 0, makanya bapak saya memutuskan untuk kembali ke lahan yang sudah dirintisnya bersama kelompok taninya yang bernama Sumber Cahaya,” ujarnya.

Dan awal lahan yang mereka garap dan rintis sejak 1970-an itu mulai dilirik pihak PKT sekitar 1989 yang berdalih sebagai pemerintah yang mau mengambil lahan tersebut untuk kepentingan umum, jelas Niar.

“Sekitar tahun 1989 kalau gak salah, pihak yang katanya pemerintah, tapi ternyata PKT mau mengambil lahan yang sekarang jadi Lapangan Golf dan Hotel Sintuk, dengan alasan mau diambil pemerintah, bapak saya dan kelompok taninya berkeras mempertahankan lahannya, tapi kekuasaan orde baru pada saat itu tidak bisa kami lawan dan kami pun menyerah,” jelasnya.

Pengusiran paksa warga kelompok tani tersebut oleh pihak PKT ditengarai menggunakan aparat negara pada waktu itu, seperti penuturan Niar.

“Mereka menggunakan aparat negara menurunkan puluhan tentara dan polisi lewat kapal speed boat dari jalur laut dan menodongkan senjata laras panjang di kepala bapak dan ibu saya, mengusir paksa untuk tinggalkan lokasi pemukiman kelompok tani bapak saya, tapi beliau masih saja mempertahankan tanah garapannya dan ibu saya bilang silahkan tembak kami karena kami tidak akan pernah tinggalkan tanah kami, walaupun harus mati tertembak disini,” Niar menceritakan kejadian pada saat itu.

Dengan pemahaman warga Kelompok Tani Sumber Cahaya pada saat itu bahwa pemerintah yang akan mengambil dan memanfaatkan lahan yang mereka garap sejak 1970-an itu, mereka pun rela melepaskannya, namun belakangan mereka sadar kalau yang ingin memiliki lahan itu adalah PKT.

“Namun pada akhirnya bapak sayapun mengalah dan bersedia menyerahkan tanah garapannya yang ditempati hidup mencari nafkah bersama dengan kelompok taninya, dengan prinsip ‘jiwa raga saya saja bisa saya kasih ke negara, apalagi tanah garapan saya yang mau dijadikan fasilitas umum’, Tetapi ternyata untuk kepentingan pribadi dan kelompok PKT, maka terjadilah kesepakatan, kelompok tani bapak saya diberikan santunan untuk biaya pindah sebesar Rp. 18.900.000 untuk kami bagi dengan kelompok, dan setengahnya dipergunakan untuk biaya menggarap lahan sisa di sebelahnya yang sekarang kami tempati dan sebagai piring nasi kami,” ujar Nia.

Dan sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, PKT berjanji akan memberikan fasilitas jalan untuk melintas ke tempat yang baru dirintis warga kelompok tani itu dan juga akan menyediakan fasilitas listrik dan air, namun semuanya ternyata tidak pernah direalisasikan PKT, kecuali hanya akses jalan melintas saja, yang itu pun sekarang ditutup.

“Dalam kesepakatan dengan management PKT waktu itu, bapak saya dijanjikan akan diberikan fasilitas jalan untuk melintasi tempat baru yang dirintis, dijanji akan diberikan fasilitas listrik dan air dari pabrik PKT dan dijanji semua fasilitas pendukung lainnya. Karena bapak saya patah pulpen dan hanya orang kecil maka selalu memegang janji tanpa ada hitam di atas putih. Tapi ternyata hanya izin pakai jalan saja yang terealisasi, yang lainnya bohong dan sampai sekarang dana CSR PKT tidak pernah ada tersentuh ke warga kami, padahal bisa dibilang kami masuk zona CSR BUMN PKT,“ bebernya.

Jalan melintas yang disepakati waktu itu antara warga kelompok tani dengan PKT itulah yang sekarang ditutup oleh pihak PKT, sehimgga menimbulkan reaaksi dari warga masyarakat RT 25 Lok Tuan tersebut.

“Dan jalan itulah yang kami pakai sampai turunnya perintah menutup mati akses jalan kami sekarang ini, dan dulunya kami diizinkan melintas di lapangan golf PKT dengan catatan jaga diri masing-masing lihat kondisi kalau ada yang lagi main golf jangan melintas karena bahaya. Dan mereka gak tanggungjawab kalau ada yang kena bola golf. Karenanya dari tahun 1989 sampai tahun 2021, kami masih bisa melintas dan jalan lewat lapangan golf, tapi entah kenapa pada Kamis 8 Juli 2021 jalanan yang selama ini kami pakai untuk kepentingan hidup kami ditutup,” pungkas Niar.

Ketika diminta tanggapannya terkait penutupan portal akses jalan warga RT 25 Kelurahan Lok Tuan oleh pihak PKT, Anggota DPRD Komisi III Bontang, Faisal mengatakan sangat menyayangkan adanya penutupan akses jalan warga yang bermukim di RT 25 karena akses itu satu-satunya akses jalan yang bisa menuju pemukiman tersebut.

“Sangat disayangkan dengan adanya penutupan akses warga yang bermukim di RT 25 karena akses itu satu-satunya akses jalan yang bisa, hanya lewat disitu. Tidak ada alasan teman-teman PKT/Pihak Hotel Sintuk untuk menutup, paling tidak teman-teman pihak hotel kalau alasan merusak rumput lapangan golf, paling tidak dibuatkan akses untuk jalan agar rumput itu tidak rusak,” tegas Faisal.

Atau, lanjut Faisal, PKT dan warga mengatur waktu akses agar tidak ada saling merugikan.

“Saya minta manajemen PKT/Hotel Sintuk ada sedikit hati untuk masyarakat warga RT 25, apalagi sejarah lapangan golf itu lahannya sebagian sebelumnya milik masyarakat yang dibebaskan dengan janji secara lisan akan memperhatikan dan membuatkan jalan untuk warga yang bermukim di RT 25 itu,” tandasnya.

Sedangkan Lurah Lok Tuan, Muhammad takwin saat dikonfirmasi terkait penutupan portal akses jalan warga RT 25 itu mengatakan bahwa Dirinya bersama Camat Bontang Utara dan Ketua RT 25 sudah bertemu Humas PKT dan katanya mengizinkan warga melewati.

“Kami juga mendorong untuk dibuatkan jalan alternatif dan mudah-mudahan bisa segera terrealisasi,” kata Lurah.

Namun ditengarai PIhak PKT/Hotel hanya mengizinkan sebatas berjalan kaki saja, kendaraan tidak boleh lewat, dan portal masih tetap ditutup.

Sementara konfirmasi ANews melalui Whatsapp ke Nafrah, pihak Humas PKT, sampai berita ini dinaikkan belum ada jawaban. (taha)

Bagikan

Subscribe to Our Channel