Follow kami di google berita

Alasan Nadiem Mengapa Siswa Harus Segera Sekolah Tatap Muka

Jakarta - Mendikbudristek Nadiem Makarim menginginkan agar siswa segera melakukan sekolah tatap muka. Pasalnya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) memiliki dampak yang mengkhawatirkan bagi kognitif hingga psikologis anak.

Pernyataan tersebut disampaikan Nadiem dalam raker dengan Komisi X DPR RI yang disiarkan akun YouTube DPR, Senin (23/8/2021).

“Bapak dan ibu anggota Komisi X sudah tahu, saya dari bulan Januari, bahkan dari tahun kemarin, saya dan tim kami di Kemendikbudristek posisinya sudah jelas, secepat dan seaman mungkin semua anak harus balik sekolah, itu posisi kita sudah sangat jelas,” kata Nadiem.

Sekolah tatap muka yang sudah dilakukan sebanyak 30% siswa Indonesia harus terhenti akibat munculnya COVID-19 varian Delta.

“Pada saat itu terjadi, bapak-ibu anggota Komisi X, tim Kemendikbud itu salah satu minggu tersedih kita lah. Kita sudah kerja keras untuk mendorong daerah yang sulit sekali didorong untuk membuka sekolahnya akhirnya mereka membuka, tiba-tiba delta variant melanda,” ujarnya.

Alasan Nadiem Gelar Sekolah Tatap Muka

Ada beberapa alasan yang membuat Nadiem mendorong daerah agar segera melakukan sekolah tatap muka. Berikut rinciannya:

1. Anak kehilangan kesempatan belajar

Nadiem menegaskan, PJJ yang berlangsung hampir dua tahun ini telah mengakibatkan anak kehilangan kesempatan belajar. Dalam hal ini, siswa telah mengalami kognitif learning loss.

Hal serupa juga pernah diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Pauddikdasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, dalam Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) secara daring, Kamis (12/8/2021) lalu.

“Pembelajaran jarak jauh kita kalau dibiarkan terlalu lama maka resiko yang dialami anak-anak kita, pendidikan kita, dan negeri ini akan semakin besar. Dan learning loss ini bisa berdampak pada risiko-risiko kemampuan intelektual anak. Kemudian, kecakapan hidupnya, yang pada gilirannya nanti akan berisiko terhadap earning, pendapatannya ketika dia bekerja,” kata Jumeri.

2. Kritisnya kondisi psikologis anak

Nadiem juga mengungkapkan, kondisi PJJ yang sudah terlalu lama ini, turut berdampak pada psikologis anak. Bahkan, Nadiem menyebut, hal ini sudah terlalu kritis.

“Sekarang kita sudah melihat bahwa perjuangan kita, posisi kita masih jelas, setiap kali diskusi dengan kementerian-kementerian lain, posisi kami selalu sama, secepat mungkin. Ini sudah terlalu lama kondisi psikologis anak kita dan kognitif learning loss anak kita sudah terlalu kritis, kita harus secepat mungkin membuka dengan protokol kesehatan yang ketat,” ucap Nadiem.

3. Penurunan capaian belajar

PJJ memiliki banyak resiko yang nantinya berpengaruh pada kualitas peserta didik. Learning loss yang terjadi pada siswa ini berdampak pada penurunan capaian belajar.

“Jadi saya tidak harus menjelaskan lagi apa risikonya, ini kita sudah ada penurunan capaian belajar,” imbuh Nadiem.

4. Banyak anak putus sekolah, terlebih perempuan

Selain itu, Nadiem mengungkap banyak terjadi kasus anak putus sekolah selama masa PJJ. Terlebih bagi siswa perempuan. Di berbagai daerah, kata Nadiem, learning loss ini memiliki dampak yang permanen.

“Banyak anak putus sekolah, apalagi perempuan. Di berbagai macam daerah banyak learning loss yang dampaknya permanen,” papar Nadiem.

5. Adanya kasus KDRT

Alasan lain yang semakin memperkuat Nadiem untuk menyelenggarakan sekolah tatap muka karena adanya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Kekerasan terjadi dalam rumah tangga, ini kita semua sudah tahu, semua kita adalah orang tua, atau anak, atau punya teman, yang sudah mengalami ketegangan melaksanakan PJJ, jadi ini harus segera kita akselerasi,” lanjutnya.

sumber : Kristina – detikEdu

Bagikan

Subscribe to Our Channel