Follow kami di google berita

Pemkab Berau Belum Izin ke Kemenkes Soal Wacana Pembangunan Rumah Sakit di Inhutani

A-News.id, Tanjung Redeb — Rencana pembangunan rumah sakit baru di kawasan Inhutani yang digadang-gadang oleh Pemerintah Kabupaten Berau, dikabarkan belum mendapat restu Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Hal itu diungkapkan anggota Komisi III DPRD Berau M Ichsan Rapi saat ditemui media Anews, Minggu (7/8/2022) di kediamannya.

 

Pemkab Berau melalui Dinas Kesehatan maupun instansi terkait lainnya, belum pernah berkoordinasi mengenai rencana pembangunan rumah sakit tersebut.

Kabar itu didapatkannya, saat dirinya bersama Ketua DPRD Berau Madri Pani berkonsultasi ke Kemenkes beberapa belum lama ini.

Dikatakannya, kunjungannya ke Kemenkes adalah guna mendapatkan gambaran berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk membangun rumah sakit baru. Rupanya, pembangunan rumah sakit baru butuh biaya yang sangat besar, bahkan bisa mencapai Rp 1,5 triliun.

Besarnya dana yang dibutuhkan, karena pembangunan rumah sakit tidak bisa hanya sekadar menyediakan bangunannya saja. Tapi harus langsung dilengkapi peralatan kesehatan (alkes), maupun penyediaan sumber daya manusianya (SDM). Dirincikannya, jika anggaran untuk bangunan rumah sakit saja mencapai Rp 600 miliar, maka kebutuhan dana untuk pengadaan alkes juga sebesar Rp 600 miliar. Ditambah lagi untuk memenuhi kebutuhan SDM, khususnya dokter spesialis, diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp 300 miliar.

“Nilainya sangat fantastis. Bahkan orang Kemenkes memperkirakan kalau menggunakan APBD, rumah sakit baru yang diwacanakan baru bisa digunakan setelah 5 periode bupati,” ujarnya.

Daeng Iccang-sapaannya-menyebut, pihak Kemenkes sebenarnya siap membantu jika Pemkab Berau terlebih dahulu berkoordinasi saat ingin membangun rumah sakit. Baik fisik, alkes, maupun penyediaan SDM. Sehingga pembiayaannya tidak terlalu berat.

“Namun kenyataannya, hingga kini tidak ada laporan yang masuk ke sistem Kemenkes,” jelasnya.

Saat ini hanya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai dan Rumah Sakit Pratama Talisayan yang terdaftar dalam sistem Kemenkes, krisna.systems.

“Makanya pihak Kemenkes kaget Berau mau bangun rumah sakit. Karena Dinas Kesehatan, yang diibaratkan anaknya Kemenkes, tidak pernah melapor. Dan di Kemenkes yang terdaftar hanya dua rumah sakit, sehingga kalau meminta bantuan, sangat sulit karena tidak terdaftar dan tidak berkoordinasi sejak awal,” jelasnya.

“Sama seperti kita membangun universitas juga harus melaporkan ke Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi). Apalagi ini sarana kesehatan,” tambahnya.

Dikatakan Iccang, membangun rumah sakit juga tidak bisa langsung menentukan tipe. Sebab yang memberikan tipe adalah Kemenkes. Dengan sudah terdaftarnya RSUD dr Abdul Rivai di Kemenkes, kenapa Berau takut untuk mengembangkan rumah sakit yang ada. Apalagi lahan rumah sakit plat merah tersebut, memiliki luas mencapai 3 hektare.

“Kan pengennya cepat. Kalau di pikir, kenapa tidak fokus saja peningkatan kualitas rumah sakit yang ada,” terangnya.

Ditambahkannya, sesuai dengan pernyataan bupati, yang memungkinkan untuk membangun rumah sakit baru dan mengembangkan RSUD dr Abdul Rivai, mengapa tidak difokuskan salah satu saja. Sebab anggaran daerah juga terbatas dan lebih realistis. Jangan sampai bangunan sudah setengah jadi tapi mangkrak karena tidak ada anggaran.

“Kalau tidak tuntas kan sayang, sama saja membuang anggaran, apalagi ini pelayanan kesehatan, sangat vital,” pungkasnya.

Bagikan

Subscribe to Our Channel