A-News.id, Tanjung Redeb – Kesabaran warga terkait kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bujangga di Jalan Sultan Agung, Tanjung Redeb, mulai habis. Sebab saat ini aroma busuk sampah dari TPA Bujangga semakin tidak terkendali. Sementara rencana Pemerintah Kabupaten Berau memindah TPA tersebut pun tak kunjung terealisasi.
Karena itu, sejumlah warga Bujangga mengatasnamakan Serikat Warga Korban TPA mengadukan persoalan ini ke DPRD Berau. Mereka pun mengadakan pertemuan dengan Komisi II DPRD Berau dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Senin (24/7/2023).
Dalam pertemuan itu, mereka meminta agar DPRD Berau mendesak pemerintah daerah serius menangani persoalan TPA. Mulai dari penanganan sampah yang menimbulkan bau tak sedap, hingga mendesak agar TPA segera dipindah.
Menurut Arman, warga mulai kesal karena belum ada langkah kongkret terkait penanganan sampah di TPA Bujangga. Saat ini aroma busuk dari TPA masih dirasakan warga sekitar hampir setiap hari. Bahkan limbah air dari TPA mengakibatkan lahan warga terendam dan tidak bisa dimanfaatkan.
“Saat ini aroma bau dari TPA luar biasa. Makanya kami datang ke sini (DPRD) supaya ada perhatian serius dari pemerintah,” ujarnya.
Dia menjelaskan, bau yang ditimbulkan dari TPA membuat lingkungan di sekitar tercemar. Apalagi pada saat-saat tertentu aroma tidak sedap menyebar ke permukiman.
Arman mengaku, sangat paham terkait kondisi TPA Bujangga yang saat ini sudah tidak layak. Apalagi letaknya dekat dengan permukiman warga.
“Tapi pemindahan TPA dari dulu sampai sekarang belum terealisasi,” katanya.
Selain bau tak sedap, persoalan lain yang dirasakan warga yakni lahan yang terendam air limbah dari TPA mengakibatkan tanaman warga mati.
“Lahan saya tidak bisa dimanfaatkan karena terendam air dari TPA. Bahkan tanam tumbuh habis mati terendam,” kata Rismansyah, warga lainnya.
Ia pun berharap ada solusi agar lahannya bisa dikembalikan seprti semula dan bisa dikanfaatkan kembali.
“Saya tidak bicara ganti rugi tanaman. Yang saya harapkan bagaimana supaya lahan saya bisa dimanfaatkan kembali untuk berkebun,” imbuhnya.
“Karena ada kegiatan pemerintah membangun rumah sakit tak jauh dari lokasi TPA, saya harap supaya pematangan lahan kalau bisa dialihkan ke lahan saya supaya ditimbun,” pintanya.
Warga lainnya, Baharuddin, menambahkan bahwa masalah pemindahan TPA sudah diajukan sejak beberapa tahun silam. Namun sampai sekarang belum direalisasikan.
“Sudah beberapa kali peninjauan. Sudah ada kesepakatan harus dipindah. Tapi tidak ada realisasinya,” katanya.
“Masyarakat sekitar merasakan dampaknya. Pertama bau busuk sudah jadi makanan kami setiap hari. Jadi kami minta kepastian terkait penanganan dan pemindahan TPA Bujangga,” imbuhnya.
Menanggapi persoalan itu, Wakil Ketua Komisi II DPRD Berau, Wendi Lie Jaya, menyebut penanganan TPA Bujangga bisa dilakukan dengan dua penanganan. Pasalnya, persoalan penumpukan sampah yang terjadi di TPA Bujangga hingga saat ini belum terselesaikan.
“Dari hasil rapat, wajib ada penanganan jangka pendek dan panjang,” katanya usai rapat dengar pendapat bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau, serta warga terdampak.
Dikatakannya, penanganan jangka pendek yaitu, harus ada gerakan dari DLHK yang akan di dukung oleh pihak legislatif.
“Kita sarankan, sesuai dengan informasi dari Kadis DLHK, pihaknya akan berkolaborasi dengan pihak swasta. Karena saat ini alat berat yang bisa digunakan untuk penaganan sampah hanya satu unit. Sedangkan luas TPA sekitar 12 hektare,” jelasnya.
Tentunya, dengan luasan TPA Bujangga tidak akan mencukupi jika mengandalkan satu unit alat berat untuk menangani sampah yang ada.
Untuk jangka panjangnya, ungkap Wendi, terkait soal penganggaran penanganan sampah bagi DLHK. Pihaknya, akan mendorong agar ada support anggaran dari Anggaran Belanja Tambahan (ABT) untuk menutupi kekurangan yang ada. Misalnya untuk operasional dan perawat alat.
“lni pastinya menunjang kinerja DLHK sendiri kedepannya,” imbuhnya.
Kepala DLHK Berau, Mustakim Suharjana, mengakui pihaknya serius dalam penanganan sampah di TPA Bujangga. Untuk penanganan sampah yang sudah overload, kata dia, sebelumnya telah diajukan anggaran untuk sanitary landfill. Namun tahun ini anggaran sebesar Rp 30 miliar itu hilang alias dicoret karena ada rencana Pemkab Berau membangun rumah sakit yang lokasinya dekat dengan TPA.
“Sudah ada dokumen sanitary landfill oleh Dinas PU. Rencananya untuk mengatasi volume sampah yang sudah overload. Tapi Dinas PU tidak berani menganggarkan karena TPA harus pindah,” jelasnya.
Selain itu, untuk penanganan sampah memang sangat minim karena support anggaran termasuk alat sangat minim. Diakuinya, dari 5 unit alat berat untuk menangani tumpukan sampah, hanya satu unit yang berfungsi. Karena anggaran tidak ada untuk perbaikan.
“Untuk operasional, BBM, dan servis peralatan, kami hanya disupport Rp 750 juta. Sementara untuk perbaikan alat ternyata butuh Rp 300 juta untuk menghidupkan satu unit,” tuturnya.
“Saat ini alat yang beroperasi hanya satu. Ada yang proses perbaikan. Sehingga penanganan sampah tidak maksimal,” imbuhnya. (to)