A-News.id, Tanjung Redeb — Melihat fenomena banyaknya aktivitas yang mengakibatkan kerusakan alam di Kaltim, Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik akui jika pemerintah terlalu mudah mengeluarkan izin.

Ketimpangan terbesar yang dirasakan adalah betapa mudahnya mengeluarkan izin, mengeluarkan dokumentasi untuk mengeruk hasil bumi. Tetapi tidak satu pun ada regulasinya yang dibuat untuk melindungi bumi.
“Kita mudah mengeluarkan izin untuk pekerjaan-pekerjaan yang merusak alam. Tapi sulit sekali membuat regulasi bagi mereka yang ingin melindungi alam. Ini konyol luar biasa di Indonesia,” katanya saat memberi sambutan pada Rakornas Bapemperda se-Indonesia di SM Tower, Selasa (23/7/2024).
Dikatakannya, menurut pandangannya, permasalahan yang paling riil di Kaltim adalah persoalan lahan kritis. Bahkan dirinya sudah bertemu dengan jaringan advokasi tambang membahas soal ini.
“Dari hasil diskusi itu, informasinya ada kurang lebih 174 titik lokasi eks tambang yang menjadi lahan kritis. Pertanyaan saya, adakah kita membuat regulasi tentang bagaimana menangani lahan-lahan kritis? Belum ada,” tegasnya.
Dirinya menyebut untuk kabupaten Berau, Penajam Paser Utara, Kutai Barat dan Kutai Timur, yang notabenenya banyak lahan tambang, harus mulai memikirkan regulasi ini. Karena jika sudah menyangkut aktivitas alam, maka akan berbahaya jika itu ilegal.
Dibeberkannya, sebenarnya ada dua cara untuk hal ini. Yakni melaksanakan meritokrasi (menunjuk pada suatu bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan) berupa reward and punishment.
“Kalau punishment-nya tentu berbasis regulasi. Siapa yang membuat regulasi ini? Dengan apa? Dan Perdanya. Sehingga menjadi dasar bagi SATPOL PP, untuk melakukan langkah-langkah koordinasi bersama dengan aparat negara,” ungkapnya.
Lalu, juga bisa dengan langkah preventif. Bagaimana caranya memberikan insentif bagi mereka untuk bisa menjual karbon? Dimana saat ini perdagangan karbon harganya lumayan. (Amel)