Follow kami di google berita

41 Tahun PT Berau Coal : Antara Kontribusi dan Kontroversi

A-News.id, Tanjung Redeb — TEPAT 5 April, PT Berau Coal genap berusia 41 tahun. Diusia yang cukup matang, PT Berau Coal telah banyak memberikan kontribusi di Bumi Batiwakkal -sebutan Kabupaten Berau-. Baik itu pembangunan, pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya.

Namun tak sedikit pula persoalan maupun kebijakan yang menjadi sorotan. Seperti persoalan penyerapan tenaga kerja lokal yang dianggap tidak maksimal.

Sebelumnya Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari mengungkapkan bahwa janji perusahaan pertambangan tentang penyerapan tenaga kerja lokal hanyalah bualan belaka.

“Karena sektor pertambangan itu butuh tenaga kerja yang skill. Karena yang dioperasikan itu adalah kendaraan berteknologi tinggi,” ungkapnya Rabu (17/01/2024).

“Sementara orang-orang di tapak pertambangan itu hanya orang yang sebagian hidupnya hanya mengelola tanah pertanian yang mungkin teknologinya bukan teknologi tinggi,” sambungnya.

Selain itu, Eta sapaan karibnya menilai penyebab kurangnya tenaga lokal di perusahaan-perusahaan tambang lantaran biaya buruh di luar Kalimantan itu lebih murah

“Kita mungkin bisa tau, serapan tenaga buruh yang lebih murah darimana, misalnya Jawa dan Sumatera, atau Sulawesi. Jadi kedatangan para buruh itu dimanfaatkan oleh pihak perusahaan untuk bernegosiasi tentang biaya bulanannya, gajinya,” jelasnya.

Eta juga menambahkan adanya serapan tenaga kerja lokal di sektor pertambangan hanyalah untuk mengurangi resiko konflik.
Pasalnya, ia menilai bahwa jika ada tenaga kerja orang-orang disekitar otomatis resiko konflik seperti aksi demonstrasi tidak akan terjadi.

“Di semua sektor baik pertambangan maupun perkebunan pasti perlakuannya seperti itu. Karena dengan adanya hal seperti konflik-konflik tidak akan ada,” imbuhnya.

Sesuai data Bidang Penempatan Tenaga Kerja (Penta) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Berau, hingga November 2023, terdapat 28.751 pekerja lokal yang bekerja pada sejumlah perusahaan di Berau.

Dari jumlah itu, hanya 595 pekerja lokal bekerja di PT Berau Coal (BC). Selain itu terdapat 19.077 pekerja non lokal atau yang berasal dari luar Berau yang bekerja pada beberapa perusahaan tersebut. Sedangkan pekerja non lokal yang bekerja di PT BC sejumlah 80 orang.

Kepala Bidang Perluasan dan Penempatan Kerja Disnakertrans Berau, Dewi Rakhmasari menjelaskan data itu merujuk pada laporan dari beberapa perusahaan yang masuk ke Disnakertrans Berau per November 2023 silam.

“Ini data yang melaporkan man powernya saja. Ada sebagian juga yang belum melaporkan kepada Disnaker. Untuk BC, pekerja lokal sudah capai 88 persen. Sedangkan non lokal 12 persen,” jelasnya.

Selain tenaga kerja, Corporate Social Responsibilty (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan PT Berau Coal juga jadi sorotan karena dianggap tidak transparan.

Bahkan Keluarga Pelajar Mahasiswa Kabupaten Berau (KPMKB) Samarinda beberapa kali menggelar aksi unjuk rasa sebagai bentuk protes para mahasiswa Berau yang ada di Samarinda lantaran dana CSR dari perusahaan pertambangan di Berau dianggap tidak transparan.

Ketua KPMKB Samarinda, Rijal, menilai tidak adanya skema yang jelas dilakukan atau transparan oleh perusahaan yang melakukan sistem pertambangan terbuka, sehingga menduga perusahaan batu bara yang ada di Berau tidak menjalankan CSR atau PPM kewajibannya secara utuh kepada masyarakat yang terdampak langsung.

“Kami menduga bahwa CSR atau PPM yang diberikan itu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri ESDM yang berlaku,” ujarnya.

Dijelaskannya, dalam Permen ESDM 11/2018 tentang cara pemberian wilayah perizinan dan pelaporan pada kegiatan usaha pertambangan minerba, jelas mewajibkan pemegang izin usaha pertambangan untuk menyusun, melaporkan dan menyampaikan laporan pelaksanaan program CSR sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Salah satunya adalah PT Berau Coal, kata Rijal apa yang disajikannya diduga tidak sesuai dengan aturan. Pasalnya, beberapa kali pihak perusahaan diminta untuk berdialog, pihaknya tidak pernah digubris.

“Wajar jika kami menduga seperti itu. Karena memang beberapa kali kami minta untuk bisa berdialog, itu tidak bisa dipenuhi,” tegasnya.

Sorotan soal CSR juga datang dari Kelurahan Gunung Tabur. Lurah Gunung Tabur, Achmad Rizhali mengatakan, minimnya bantuan CSR PT Berau Coal yakni pada program yang bergerak di bidang infrastuktur.

Dari informasi yang ia terima dari lurah sebelumnya, pada 2022 hingga 2023 bantuan program infrastuktur oleh CSR PT Berau Coal hanya ada satu, yaitu program CSR pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) senilai Rp290 juta di RT 14 Kelurahan Gunung Tabur. Bahkan serah terima jalan ini kepada pemerintah juga sempat terhambat karena pembangunan dianggap tidak sesuai dengan perencanaan awal.

“Jalan usaha tani ini pun merupakan program usulan 2022 baru dikerjakan di tahun 2023,” ujarnya.

“CSR tahun 2023 ini saya lihat itu tidak ada. Kalaupun ada, koordinasilah dengan kelurahan. Kami ini penting terbuka saja. Artinya, jangan sampai, program CSR kedepan itu seperti program JUT,” ujarnya saat meninjau JUT di RT 14, Gunung Tabur belum lama ini.

Keluhan lainnya Kepala Kampung Long Lanuk, Samuel, mengeluhkan kondisi jalan sepanjang 5 Km dari Kampung Long Lanuk menuju Tumbit Dayak yang belum juga diaspal selama 22 tahun terakhir.

Padahal, menurut Samuel, Kampung Long Lanuk merupakan salah satu kampung penyumbang PAD Berau terbesar. Lantaran ada usaha pertambangan PT Berau Coal (BC) di kampung tersebut.

“Ada PT Berau Coal yang melaksanakan usaha pertambangan di sana. Tetapi sampai saat ini Long Lanuk belum tersentuh pengaspalan,” jelasnya.

Disampaikannya, usulan terkait pengaspalan jalan sepanjang 5 Km tersebut, sebenarnya sudah disampaikan oleh tiga kepala kampung sebelum dirinya. Namun, hingga hari ini hal itu belum ditanggapi secara serius.

Persoalan lainnya yang sempat jadi sorotan yakni kasus pasangan suami istri, Yupiter dan Maghda yang diduga dipenjarakan PT Berau Coal karena persoalan lahan.

Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Berau, Ito Aziz Wasitomo, mengatakan persoalan itu bermula dari adanya sertifikat palsu yang diterbitkan oleh mantan Kepala Kampung Gurimbang, yang telah ditetapkan sebagai terpidana.

Dijelaskannya, PT Berau Coal melakukan proses hukum atas perbuatan terdakwa tersebut. Dimana, proses itu juga berlanjut hingga ke peradilan perdata.

“Jadi yang diajukan itu tidak cuman pidananya saja. Perdata juga berproses,” terangnya.

“Mereka menerbitkan SKT di tanah milik negara. Dan itu tidak mungkin dilakukan ganti rugi,” jelasnya.

Ito menerangkan, bahwa PT Berau Coal berstatus PKP2B. Yang artinya, bekerjasama dengan pemerintah untuk mengelola lahan tersebut.

“Jadi memang konflik lahan ini antara PT Berau Coal, pemerintah dan terdakwa,” tuturnya.

Persoalan itu turut disayangkan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim.
Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari mengatakan, persoalan tersebut sudah diketahui pihaknya.

Dikatakannya, pihaknya sangat menyayangkan persoalan yang menjerat pasutri tersebut dan seharusnya itu tidak terjadi. Terlebih, PT Berau Coal adalah perusahaan tambang terbesar di Berau.

“Kenapa harus ada kriminalisasi kepada masyarakat sipil. Tidak seharusnya itu terjadi,” katanya, Senin (4/12/2023).

Menurutnya, perusahaan berkewajiban untuk menyelesaikan persoalan tersebut tanpa harus memenjarakan orang. Apalagi, Yupiter dan Maghda bukan orang yang mengerti hukum.

“Apakah memang tidak bisa lagi diselesaikan dengan baik-baik. Hingga harus menempuh jalur hukum. Kan bisa diselesaikan tanpa dipenjarakan,” ungkapnya.

Terbaru, persoalan Aktivitas penambangan batubara oleh PT Berau Coal (BC) di atas lahan berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) di wilayah Gunung Kasiran, Kalimantan Timur juga jadi sorotan.

Aktivitas itu dikhawatirkan dapat merusak jalan provinsi yang ada di sekitar lokasi tambang.

Kekhawatiran ini disampaikan oleh Teddy, Koordinator Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lahan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Berau.

Dilansir dari media Zona.my.id, Teddy menjelaskan bahwa kawasan tambang PT BC di wilayah Gunung Kasiran memiliki satu kesatuan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dengan Site Gurimbang.

“Nah itu site satu kesatuan dengan Gurimbang. Site kan ada Sambarata, ada Binungan, ada Lati, ada Gurimbang. Site Gurimbang Mine Operation (GMO) itu luasannya mendekati sampai Suaran,” ungkapnya.

Diakuinya, selain menambang di atas lahan KBK, operasional tambang PT BC di site tersebut memang sangat dekat dengan jalan provinsi. Karena itu, PT BC berpotensi menggosok jalan yang ada dan membuat jalan baru.

“Jadi, misalnya Jalan Gurimbang-Suaran, potensinya (batu bara, Red) sekitar puluhan juta ton depositnya. Mereka carikan tempat, lokasi yang tidak ada depositnya. Ekonomisnya masuk, digosok (jalan, Red) sama mereka,” jelasnya.

PT Berau Coal pun menawarkan tukar guling jalan. Akun resmi Instagram Biro Adbang Setda Provinsi Kalimantan Timur membagikan momen kegiatan survei lokasi tukar menukar jalan provinsi dengan PT Berau Coal pada Ruas Jalan Talisayan-Tanjung Redeb yang terletak di Kampung Gurimbang, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, Rabu (7/2/2024).

Dalam keterangan resminya, Analis Kebijakan Ahli Muda Bagian Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan Daerah, Yuliastuti Raudatul Wahidah, beserta Analis Monitoring & Evaluasi Pelaporan Biro Administrasi Pembangunan, Didiet Adhitya Melle menghadiri undangan survei lokasi tukar menukar jalan provinsi dengan perusahaan tambang batubara PT Berau Coal.

“Pihaknya hadir berdasarkan Surat Plh. Sekretaris Daerah Prov. Kalimantan Timur nomor 500.14.3/3450/B.AP-I tanggal 31 Januari 2024,” tulisnya.

Setelah survei lapangan selesai, dilaksanakan rapat pembahasan hasil survei yang dipimpin oleh Analis Kebijakan Ahli Muda Bagian Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan Daerah Yuliastuti Raudatul Wahidah.

“Hasil pembahasan mencakup rencana ruas jalan yang dimohonkan oleh PT Berau Coal untuk ditukar sepanjang 5,9 km. Rencana jalan pengganti yang diusulkan oleh PT Berau Coal adalah sepanjang 8,02 km dengan kondisi tutupan lahan berupa hutan, rawa, dan kebun,” tulis akun biro.adbang tersebut.

Hal itu pun menjadi sorotan Ketua DPRD Berau, Madri Pani. Bahkan dirinya mengekspresikan kekecewaannya karena tidak dilibatkan dalam proses tukar guling akses jalan penghubung Sambaliung-Suaran yang dilakukan oleh PT Berau Coal dan Pemerintah Provinsi Kaltim. Padahal, sebagai perwakilan masyarakat Berau, Madri Pani merasa sangat memahami situasi di daerah tersebut.

Keterlibatan DPRD Berau dianggapnya sangat penting dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan infrastruktur dan pembangunan di Berau.

“Kami sebagai wakil rakyat dan perwakilan masyarakat Berau seharusnya dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berdampak langsung pada kehidupan masyarakat,” ujar Madri Pani dikutip dari zona.my.id.

Demi kepentingan masyarakat Berau, izin tambang PT Berau Coal (BC) di atas lahan berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), wilayah Gunung Kasiran, Jalan Poros Sambaliung – Suaran, dinilai bisa dicabut.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Mareta Sari, menyebut izin operasional tambang milik PT BC di wilayah itu memang dapat diterbitkan walaupun berada di atas lahan berstatus KBK. Namun, demi kepentingan masyarakat, potensinya yang merusak jalan itu harus ditolak. (*)

Bagikan

Subscribe to Our Channel